Sabtu, 27 Juni 2015

Kalau Memang Serius, Tak Akan Semudah Itu

Aku terdiam, tetapi otakku terus berpikir. Ku tatap lalu lintas dan keramaian kota Jakarta, membuatku teringat akan sebuah percakapan antara dua orang sahabat perempuan yang baru memasuki dunia remaja.

"Gue lagi suka sama si A, tapi kok kayaknya dia lebih sering chat sama lo daripada sama gue?" Kata perempuan (sebut saja) Q diiringi dengan senyuman sinis.

"Doi cuma mencari info mengenai lo. Biasalah, ngorek-ngorek info pasti dari teman terdekat gebetannya." Jawab perempuan (sebut saja) R sembari tersenyum manis.

"Masa?"

"Ya elah, lo kayak gak pernah mendekati seorang cowok saja. Kalo lo suka sama cowok, lo pasti nyari informasi sebanyak mungkin tentang cowok itu, berharap lo paling mengerti dia nantinya. Ya kan?" Tanya perempuan R sembari mengangkat alis.

"Lo emang sahabat gue, tapi lo juga pasti ngerti perasaan gue kan?" Tanyanya sembari memainkan kuku.

Perempuan R hanya tertawa.

"Kok malah ketawa?" Perempuan Q menjadi bingung.

"Kalau memang dia naksir dan beneran suka sama lo, dia akan ngejar-ngejar lo. Bukan gue." Kata perempuan R sembari tersenyum. "Kalau dia sudah menyatakan bahwa dia suka sama lo, tapi mendadak dia jadi ngejar-ngejar gue... berarti, apa kesimpulan lo mengenai cowok itu?"

Perempuan Q terdiam.

"Kalau dia memang serius, cowok baik-baik dan tidak bocah, gak akan semudah itu perasaannya ke seseorang bisa digantikan oleh orang lain." Kata perempuan R sembari tersenyum, menutup percakapan siang itu di kantin sekolah.

Kejadian ini membuatku berpikir, bahwa menyukai seseorang memang seringkali dilihat dari fisik dan apa yang terlihat jelas. Berbeda dengan rasa sayang yang menurutku mempunyai rasa untuk selalu ada dan memahami seseorang secara lebih mendalam.

Keseringan orang hanya berkata "naksir" tanpa berpikir bahwa tidak semua orang memahami arti dari kata itu. Banyak arti dan opini mengenai kata "naksir", bisa jadi setiap orang mempunyai pandangannya masing-masing. Bisa jadi kebanyakkan orang menjadi baper, karena salah tangkap dalam mengartikan sebuah kata.

Lebih dari itu semua, seseorang yang benar-benar "naksir" bahkan sayang sama kamu, akan tetap setia pada pilihannya. Hanya orang-orang yang bersikap "bocah", yang masih belum bisa mengendalikan perasaannya setiap kali bertemu dengan orang-orang baru. Tak perlu diambil hati, cobalah untuk memberinya sedikit pengertian, bahwa ini tentang perasaan, tentang hati, bukan tentang sebuah permainan.

Rabu, 24 Juni 2015

Tidak Ada Hubungan Tanpa Rasa


Pasti setiap perempuan ingin memiliki teman laki-laki yang bisa mengerti keadaannya dan mampu memahami apa yang diinginkan. Begitu juga dengan laki-laki. Namun, apakah ada pertemanan antara perempuan dan laki-laki yang murni (tidak ada perasaan apapun), selain benar-benar tulus untuk berteman dan bersahabat?
 
Aku teringat akan suatu kejadian, di mana ada seorang perempuan yang cukup menarik dan memiliki daya tarik yang kuat. Keinginannya dalam berteman adalah bergaul dengan laki-laki. Baginya, laki-laki adalah sosok yang simple dan gak ribet, layaknya kebanyakkan perempuan.

Berteman dengan salah satu laki-laki membuatnya berpikir mengenai pertemanan dengan lawan jenis. Suatu waktu, laki-laki itu memberikan suatu kutipan yang beirisi,

Gak akan mungkin cewek dan cowok berhubungan tanpa ada rasa apa-apa diantara mereka, meskipun pada akhirnya mereka akan mencoba memendam rasa itu dalam-dalam.

Karena hari sudah larut malam dan mata serta pikirannya mulai buram, perempuan itu bertanya dengan polos, “Maksudnya? Maaf, hari sudah malam dan gue mulai lemot.”

Tidak sampai satu menit, laki-laki itu membalas chat, “Ya, itu seperti yang sekarang lo jalani dengan gue. Gak akan mungkin gue berhubungan sama lo tanpa punya rasa apa-apa.”

Masih kurang mengerti dengan jawaban itu, akhirnya perempuan itu membalas, “Please, jelasin secara detail. Jangan sampai ini membuat gue bingung dan salah sangka nantinya.”

“Meskipun gue akan mencoba menahan itu, sebenarnya gue juga punya rasa sama lo. Tapi, mau tidak mau, itu harus gue tahan.”

“Rasa? Rasa apa nih?”

“Rasa suka… Gue juga suka dan naksir sama lo.”

“Suka biasa kan? Yang lo selalu katakan bahwa, ‘Lo tuh beda, lo bisa diajak susah dan perhatian banget. Sikap keibuan lo benar-benar nyata.’ Atau suka yang bagaimana?”

“Suka yang lebih. Bukan suka biasa. Gue jatuh cinta sama lo.”

Degh!!!

Hampir satu menit, perempuan itu baru membalas, “Ohh iya, gue ngerti.”

Apakah benar bahwa tidak ada pertemanan yang murni dalam sebuah persahabatan antara perempuan dan laki-laki?

Tak hanya sampai disitu, ada balasan chat lagi dari laki-laki itu, “Tapi, lo selalu nyemangatin gue dan lo percaya kalo gue orangnya setia. Makanya, sekarang itu cuma bisa gue pendam saja.”

Perempuan itu hanya tertegun membaca chat malam itu. Menarik napas dan mencoba menghembuskan secara perlahan, membuatnya lebih tenang dalam menghadapi “masalah” ini. Kenapa masalah?

Pertama
Jatuh cinta itu menyakitkan.
Kamu harus bisa mencintai tanpa memiliki

Kedua
Setia.
Kamu harus setia dengan pilihan pertama

Ketiga
Tulus.
Kalau memang tulus, tak seharusnya percakapan ini terjadi

Dari kejadian ini, aku menjadi berpikir bahwa diantara pertemanan dua lawan jenis kebanyakkan tidak murni (tidak ada perasaan apapun). Sangat sulit untuk menemukan orang yang benar-benar tulus untuk membantu dan memahami keadaan orang lain. Seringkali, yang ada hanyalah timbul perasaan yang mampu membuat seseorang, ‘baru’ menjadi sosok yang mau memahami orang lain.

Tak perlu takut bila mengalami kejadian ini, kamu hanya harus bisa untuk mengendalikan perasaan dan tingkah lakumu dengan teman lawan jenismu. Di saat kamu mampu untuk tetap berniat “berteman” dan bersikap sesuai niatmu, maka kamu sudah mulai belajar untuk menjadi dewasa, karena akan ada saatnya orang yang benar-benar tulus itu datang.

Senin, 01 Juni 2015

Takdir

Hidup ini adalah suatu pilihan.
Ada kalanya, kita harus memaksakan sebuah pilihan.
Saat kita tak mampu memilih,
Maka waktu yang akan menentukan dengan sendirinya.

Aku dan kamu,
Berada dalam satu dunia.
Aku dan kamu,
Berada dalam satu pijakan.

Namun,
Tetap takdir yang menentukan,
Ke mana langkah kaki harus pergi,
Bahkan meninggalkan semua yang ada.

Inilah yang ku benci dari suatu pertemuan.
Inilah yang ku benci dari rasa nyaman.
Inilah yang terkadang aku sesali.
Perpisahan...