Aku terdiam, tetapi otakku terus berpikir. Ku tatap lalu lintas dan keramaian kota Jakarta, membuatku teringat akan sebuah percakapan antara dua orang sahabat perempuan yang baru memasuki dunia remaja.
"Gue lagi suka sama si A, tapi kok kayaknya dia lebih sering chat sama lo daripada sama gue?" Kata perempuan (sebut saja) Q diiringi dengan senyuman sinis.
"Doi cuma mencari info mengenai lo. Biasalah, ngorek-ngorek info pasti dari teman terdekat gebetannya." Jawab perempuan (sebut saja) R sembari tersenyum manis.
"Masa?"
"Ya elah, lo kayak gak pernah mendekati seorang cowok saja. Kalo lo suka sama cowok, lo pasti nyari informasi sebanyak mungkin tentang cowok itu, berharap lo paling mengerti dia nantinya. Ya kan?" Tanya perempuan R sembari mengangkat alis.
"Lo emang sahabat gue, tapi lo juga pasti ngerti perasaan gue kan?" Tanyanya sembari memainkan kuku.
Perempuan R hanya tertawa.
"Kok malah ketawa?" Perempuan Q menjadi bingung.
"Kalau memang dia naksir dan beneran suka sama lo, dia akan ngejar-ngejar lo. Bukan gue." Kata perempuan R sembari tersenyum. "Kalau dia sudah menyatakan bahwa dia suka sama lo, tapi mendadak dia jadi ngejar-ngejar gue... berarti, apa kesimpulan lo mengenai cowok itu?"
Perempuan Q terdiam.
"Kalau dia memang serius, cowok baik-baik dan tidak bocah, gak akan semudah itu perasaannya ke seseorang bisa digantikan oleh orang lain." Kata perempuan R sembari tersenyum, menutup percakapan siang itu di kantin sekolah.
Kejadian ini membuatku berpikir, bahwa menyukai seseorang memang seringkali dilihat dari fisik dan apa yang terlihat jelas. Berbeda dengan rasa sayang yang menurutku mempunyai rasa untuk selalu ada dan memahami seseorang secara lebih mendalam.
Keseringan orang hanya berkata "naksir" tanpa berpikir bahwa tidak semua orang memahami arti dari kata itu. Banyak arti dan opini mengenai kata "naksir", bisa jadi setiap orang mempunyai pandangannya masing-masing. Bisa jadi kebanyakkan orang menjadi baper, karena salah tangkap dalam mengartikan sebuah kata.
Lebih dari itu semua, seseorang yang benar-benar "naksir" bahkan sayang sama kamu, akan tetap setia pada pilihannya. Hanya orang-orang yang bersikap "bocah", yang masih belum bisa mengendalikan perasaannya setiap kali bertemu dengan orang-orang baru. Tak perlu diambil hati, cobalah untuk memberinya sedikit pengertian, bahwa ini tentang perasaan, tentang hati, bukan tentang sebuah permainan.
Sabtu, 27 Juni 2015
Rabu, 24 Juni 2015
Tidak Ada Hubungan Tanpa Rasa
Pasti setiap perempuan ingin memiliki teman laki-laki yang bisa mengerti keadaannya dan mampu memahami apa yang diinginkan. Begitu juga dengan laki-laki. Namun, apakah ada pertemanan antara perempuan dan laki-laki yang murni (tidak ada perasaan apapun), selain benar-benar tulus untuk berteman dan bersahabat?
Aku teringat
akan suatu kejadian, di mana ada seorang perempuan yang cukup menarik dan
memiliki daya tarik yang kuat. Keinginannya dalam berteman adalah bergaul
dengan laki-laki. Baginya, laki-laki adalah sosok yang simple dan gak ribet, layaknya kebanyakkan perempuan.
Berteman
dengan salah satu laki-laki membuatnya berpikir mengenai pertemanan dengan
lawan jenis. Suatu waktu, laki-laki itu memberikan suatu kutipan yang beirisi,
“Gak akan
mungkin cewek dan cowok berhubungan tanpa ada rasa apa-apa diantara mereka,
meskipun pada akhirnya mereka akan mencoba memendam rasa itu dalam-dalam.”
Karena hari
sudah larut malam dan mata serta pikirannya mulai buram, perempuan itu bertanya
dengan polos, “Maksudnya? Maaf, hari sudah malam dan gue mulai lemot.”
Tidak sampai
satu menit, laki-laki itu membalas chat, “Ya, itu seperti yang sekarang lo
jalani dengan gue. Gak akan mungkin gue berhubungan sama lo tanpa punya rasa
apa-apa.”
Masih kurang
mengerti dengan jawaban itu, akhirnya perempuan itu membalas, “Please, jelasin secara detail. Jangan
sampai ini membuat gue bingung dan salah sangka nantinya.”
“Meskipun
gue akan mencoba menahan itu, sebenarnya gue juga punya rasa sama lo. Tapi, mau
tidak mau, itu harus gue tahan.”
“Rasa? Rasa
apa nih?”
“Rasa suka…
Gue juga suka dan naksir sama lo.”
“Suka biasa
kan? Yang lo selalu katakan bahwa, ‘Lo tuh beda, lo bisa diajak susah dan
perhatian banget. Sikap keibuan lo benar-benar nyata.’ Atau suka yang
bagaimana?”
“Suka yang
lebih. Bukan suka biasa. Gue jatuh cinta sama lo.”
Degh!!!
Hampir satu
menit, perempuan itu baru membalas, “Ohh iya, gue ngerti.”
Apakah benar
bahwa tidak ada pertemanan yang murni dalam sebuah persahabatan antara
perempuan dan laki-laki?
Tak hanya
sampai disitu, ada balasan chat lagi dari laki-laki itu, “Tapi, lo selalu
nyemangatin gue dan lo percaya kalo gue orangnya setia. Makanya, sekarang itu cuma
bisa gue pendam saja.”
Perempuan
itu hanya tertegun membaca chat malam itu. Menarik napas dan mencoba
menghembuskan secara perlahan, membuatnya lebih tenang dalam menghadapi “masalah”
ini. Kenapa masalah?
Pertama
Jatuh cinta
itu menyakitkan.
Kamu harus
bisa mencintai tanpa memiliki
Kedua
Setia.
Kamu harus
setia dengan pilihan pertama
Ketiga
Tulus.
Kalau memang
tulus, tak seharusnya percakapan ini terjadi
Dari kejadian
ini, aku menjadi berpikir bahwa diantara pertemanan dua lawan jenis kebanyakkan
tidak murni (tidak ada perasaan apapun). Sangat sulit untuk menemukan orang
yang benar-benar tulus untuk membantu dan memahami keadaan orang lain.
Seringkali, yang ada hanyalah timbul perasaan yang mampu membuat seseorang, ‘baru’
menjadi sosok yang mau memahami orang lain.
Tak perlu
takut bila mengalami kejadian ini, kamu hanya harus bisa untuk mengendalikan
perasaan dan tingkah lakumu dengan teman lawan jenismu. Di saat kamu mampu
untuk tetap berniat “berteman” dan bersikap sesuai niatmu, maka kamu sudah mulai belajar untuk menjadi
dewasa, karena akan ada saatnya orang yang benar-benar tulus itu datang.
Senin, 01 Juni 2015
Takdir
Hidup ini adalah suatu pilihan.
Ada kalanya, kita harus memaksakan sebuah pilihan.
Saat kita tak mampu memilih,
Maka waktu yang akan menentukan dengan sendirinya.
Aku dan kamu,
Berada dalam satu dunia.
Aku dan kamu,
Berada dalam satu pijakan.
Namun,
Tetap takdir yang menentukan,
Ke mana langkah kaki harus pergi,
Bahkan meninggalkan semua yang ada.
Inilah yang ku benci dari suatu pertemuan.
Inilah yang ku benci dari rasa nyaman.
Inilah yang terkadang aku sesali.
Perpisahan...
Ada kalanya, kita harus memaksakan sebuah pilihan.
Saat kita tak mampu memilih,
Maka waktu yang akan menentukan dengan sendirinya.
Aku dan kamu,
Berada dalam satu dunia.
Aku dan kamu,
Berada dalam satu pijakan.
Namun,
Tetap takdir yang menentukan,
Ke mana langkah kaki harus pergi,
Bahkan meninggalkan semua yang ada.
Inilah yang ku benci dari suatu pertemuan.
Inilah yang ku benci dari rasa nyaman.
Inilah yang terkadang aku sesali.
Perpisahan...
Langganan:
Postingan (Atom)